BAB I
PENDAHULUAN
I.1 latar
Belakang
Beton sebagai material
konstruksi sudah dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Walaupun
istilah semen Portland baru dikenal pada abad 19, namun bangunan dengan
menggunakan beton sudah dikenal sejak jaman Romawi, seperti Colosseum di Roma
atau Pont du Gard di Perancis. Melalui bermacam
- macam penelitian yang dilakukan oleh berbagai orang, terutama mulai
abad ke 17, Perkembangan beton terus mengalami peningkatan seiring
dikembangkannya bahan - bahan pembentuknya, terutama semen. Pada
masa sekarang ini beton merupakan material yang dibuat atas dasar perancanaan
yang teliti, sehingga dapat dioptimalkan kekuatannya, yaitu dengan menggunakan
bahan - bahan yang lebih dahulu melalui proses terpilih dan diketahui sifat
sifatnya.
Hingga sekarang, beton merupakan
salah satu material konstruksi yang paling banyak dan sering digunakan. Beton sekaligus mendapat peran
strategis dalam setiap lompatan perkembangan teknologi konstruksi. Hal ini dikarenakan material ini mempunyai berbagai macam keuntungan,
yaitu anatara lain :
- Mempunyai biaya pembuatan yang ekonomis, karena
bahan dasarnya mudah diperoleh dan biaya pemeliharaanya juga relative
lebih murah.
- Mampu menerima kekuatan tekan yang cukup tinggi
- Dapat dibentuk sesuai dengan
yang dikehendaki
- Ketahanan terhadap cuaca,
serangan kimia, abrasi mekanis, api dan air cukup besar.
Walaupun
beton mempunyai banyak sekali keunggulan – keunggulan dibanding dengan material
konstruksi lainya, beton juga mempunyai
kelemahan – kelemahan, yaitu pada berat
sendiri yang sangat besar. Pada beton normal berat jenisnya mencapai 2200 –
2600 kg / m2. Berat sendiri beton normal yang besar ini dapat
berpengaruh pada tidak ekonomisnya desain dan struktur beton.
Berat
sendiri dari suatu material merupakan faktor yang sangat penting dalam
perencanaan suatu konstruksi, misalnya pada perencanaan struktur pondasi. Jika
plat lantai, balok, kolom dan dinding mempunyai berat sendiri yang besar, maka
dimensi pondasinya akan menjadi tidak ekonomis. Oleh karena itu penggunaan
material, terutama beton yang mempunyai berat sendiri yang kecil dan mempunyai
mutu tinggi, merupakan hal yang perlu dilakukan.
Beton
ringan menjadi lebih populer pada akhir – akhir ini, hal ini disebabkan oleh
keuntungan yang diberikan beton ringan cukup besar dibanding dengan beton
konvensional. Teknologi modern dan pengetahuan yang lebih baik mengenai beton
juga dapat membantu memasyarakatkan penggunaan beton ringan. Lebih rinci type
dari beton ringan adalah memperbandingkan keringanan dari pada beton konvensional.
Berbagai
macam keuntungan dari beton ringan adalah dapat membantu mengurangi beban mati,
dapat meningkatkan pelaksanaan pekerjaan dan
biaya masih tetap terjangkau. Karakteristik penting lainya dari beton
ringan adalah relatif mempunyai daya
penghantar suhu yuang rendah. Pada daerah yang mempunyai keadaan iklim yang
ekstrim dan juga pada bangunan yang menggunakan pengatur udara (air-conditioning), penggunaan beton
ringan yang mempunyai daya penghantar suhu yang rendah dapat memberikan
keuntungan ditinjau dari kenyamanan suhu udara sehingga dapat menghindari
konsumsi energi yang berlebihan.
Untuk lebih
meningkatkan kekuatan tekan beton ringan, penambahan mineral berukuran
mikro dapat dilakukan untuk menambah
kerapatan pasta semen, sedangkan pengurangan porositas dapat dilakukan dengan
pengurangan air yang digunakan (memperkecil Faktor air Semen / F.A.S), selain
itu cara pemadatan dalam proses pengecoran juga berpengaruh, hal ini dapat
diatasi dengan metode penggetaran (vibration)
kecuali jika beton yang dibuat mempunyai kemampuan memamapatkan dirinya sendiri
(self compacting ability). Pengurangan
penyusutan juga dapat dilakukan dengan pengoptimalan proses hidrasi dengan suhu
yang tepat, pada saat pembuatan dan juga perlakuan beton ringan setelah
pengecoran .
1.2 Perumusan
Masalah
Dalam
makalah ini masalah yang akan dipecahkan adalah bagaimana mendapatkan beton
ringan dengan kuat tekan semaksimal mungkin dengan berat maksimal 10,6 Kg.
1.3 Batasan Penulisan
Beberapa
batasan dalam penulisan ini meliputi, antara lain:
1.
Bahan pengikat yang digunakan
adalah semen Portland tipe I Indocement merk “Tiga Roda”
2.
Agregat kasar yang digunakan
adalah agregat alam yaitu batu apung sedang agregat halusnya menggunakan pasir
muntilan.
3.
Bahan admixture yang digunakan
adalah Wacker HDK N.20 dan viscocrete.
4.
Analisa agregat dan analisa
beton segar maupun beton keras mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh
Ameriocan Society of Testing Material ( ASTM).
.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Beton Ringan
Pada konstruksi
beton, berat sendiri material memberikan beban total yang sangat besar pada
struktur, dan ini dapat menyebabkan dimensi dari struktur tersebut menjadi
tidak ekonomis.
Berdasarkan
ASTM standar C 330 - 77, struktur beton ringan mempunyai kekuatan tekan silinder pada umur 28 hari, tidak boleh kurang
dari 17 mpa (2500 psi). Berat jenis dari beton ringan, pada keadaan kering
penuh, tidak boleh melampaui 1850 Kg/m³ (115 lb / ft³)
dan pada umumnya antara 1400 dan 1800 Kg/m³ (85 and 110 lb / ft³). Beton yang
kedap suhu, pada umumnya mempunyai berat jenis kurang dari 800 Kg/m³ (50 lb /
ft³) dan kekuatan tekannya anatara 0,7 dan 7 mpa (100 and 1000 psi).
Neville secara kasar membagi beton ringan berdasarkan berat jenisnya
menjadi 3 kelompok.
a.
Beton ringan dengan
berat jenis antara 0,3 gr/cm³ dan 0,8 gr/cm³ yang biasanya dipakai sebagai
bahan isolasi.
b.
Beton ringan dengan
berat jenis antara 0,8 gr/cm³ dan 1,35 gr/cm³ yang biasanya dipakai untuk
struktur ringan.
c.
Beton ringan dengan
berat jenis antara 1,35 gr/cm³ dan 2,0 gr/cm³ yang biasanya dipakai untuk
struktur sedang.
Pada dasarnya beton ringan dapat diperoleh dengan cara
menimbulkan gelembung udara pada agregat buatan, pada pasta, antara butir-butir
agregat. Oleh karena itu pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan
cara-cara berikut (Neville, 1990 : 345).
1.
Menggunakan agregat
ringan berongga yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,6. Jenis beton ini
biasa disebut dengan beton agregat ringan (Light
weight concrete).
2.
Dengan membuat
gelembung-gelembung udara, yaitu dengan memakai bahan tambahan tertentu yang
menyebabkan terjadinya gelembung-gelembung udara kecil di dalam betonnya. Beton
jenis ini biasa disebut dengan beton diberi udara (aerated concrete) atau beton selular, beton busa (foam) atau beton gas.
3.
Dengan cara tanpa
memakai pasir sehingga terdapat banyak rongga di antara butir-butir agregat
kasarnya. Beton jenis ini dikenal sebagai beton tanpa pasir (No-fines concrete).
Beton ringan juga dapat dibuat dengan mengkombinasikan
cara-cara tersebut di atas (Murdock, 1991 : 393). Tipe beton ringan dan
karakteristiknya dapat dilihat pada tabel 2.1.
Table 2.1 Berbagai Jenis Beton Ringan dan Karakteristiknya
Tipe beton Ringan
|
Berat Jenis Diudara (Kg/m³)
|
Kuat Desak (N/mm²)
|
Penyusutan kering
(%)
|
Konduktivitas Suhu (W/mºC)
|
Tepung abu baker yang dikeraskan
(Lytag)
|
1360–1760
|
14 – 42
|
0,04 – 0,07
|
0,32 – 0,91
|
Batu tulis atau tanah liat yang dikembangkan (Agli&Leca)
|
1360–1840
|
14 – 42
|
0,04 – 0,07
|
0,24 – 0,91
|
Busa arang (Foamed Slag)
|
1680–2080
|
10,5– 42
|
0,03 – 0,07
|
0,24 – 0,93
|
Batu apung
|
720 – 1440
|
2 – 14
|
0,04 – 0,08
|
0,21 – 0,60
|
Clinker
(butiran yang mengeras)
|
1040 – 960
|
2 – 7
|
0,04 – 0,18
|
0,35 – 0,67
|
Adukan semen yang yang dicampur dengan udara
(aerated)
|
400 – 960
|
1,4 – 4,9
|
0,02 – 0,03
|
0,10 – 0,22
|
Beton padat yang berisis kerikil atau batu pecah
|
2240 - 2480
|
14 – 70
|
0,03 – 0,05
|
1,40 – 1,80
|
Sumber : Murdock tahun 1991 halaman 398
2.2 Material Penyusun Beton Ringan
Beton dapat
dianggap sebagai batu batuan yang yang diperoleh dari ikatan antara material
dengan pasta semen. Aggregat merupakan kandungan terbesar beton yaitu 60% -
80%. Sehingga untuk mengurangi berat beton, bisa dilakukan dengan menggunakan
agregat yang ringan. Karakteristik sesungguhnya dari agregat ringan adalah
mempunyai porositas yang cukup tinggi, sehingga berat jenisnya menjadi ringan. Dalam
hal ini, batu apung merupakan material yang paling mungkin untuk digunakan
untuk membuat beton ringan.
2.2.1 Batu Apung (Pumice)
Batu apung
mempunyai warna yang cerah, dengan berat jenis bulk berkisar antara 500 sampai
900 Kg/m³. Jenis batu apung ini tidak terlalu lembek untuk
membuat beton yang ringan dengan berat jenis 700 – 1400 Kg/m³ dan bisa
merupakan bahan kedap terhadap suhu, tetapi daya serap air sangat besar.
2.2.2 Semen
portland
Semen
portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker
yang terutama terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan.
Semen portland dibuat dengan melalui beberapa
langkah, sehingga sangat halus dan memiliki sifat adhesif maupun kohesif. Semen
diperoleh dengan membakar secara bersamaan, suatu campuran dari calcareous (yang
mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang
mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan
semen ialah : kapur, silika dan alumina. Ketiga bahan dasar tadi dicampur dan
di bakar dengan suhu 1550 o dan menjadi klinker.
Tabel 2.2 :
Susunan unsur kimia semen portland type I
Susunan Unsur Semen
|
|
Oksida
|
Prosentase (%)
|
Kapur (CaO)
Silika (SiO2)
Alumina (Al2O3)
Besi (Fe2O3)
Magnesium (MgO)
Sulfur (SO3)
Soda/Potash (Na2O+K2O)
|
60 – 65
17 – 25
3 – 8
0,5 – 6
0,5 – 4
1 – 2
0,5 – 1
|
Sumber : Indocement, 2004
Walaupun
demikian pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling penting, yaitu:
Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2, Dikalsium
Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2, Trikalsium Aluminat (C3A)
atau 3CaO.Al2O3 dan Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau
4CaO.Al2O3.Fe2O3.
Dua unsur yang pertama biasanya
merupakan 70 % – 80 % dari semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan
dalam memberikan sifat semen. Bila semen terkena air, C3S segera
mulai berhidrasi, dan menghasilkan panas. Selain itu juga berpengaruh besar
terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Sebaliknya,
C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga hanya berpengaruh
terhadap pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7 hari, dan memberikan
kekuatan akhir. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap
serangan kimia (Chemical Attack) dan
juga mengurangi besar susutan pengeringan. Kedua unsur pertama ini membutuhkan
air berturut – turut sekitar 24 % dan 21 % beratnya untuk terjadinya reaksi
kmia, namun C3S membebaskan kalsium hidroksida saat hidrasi sebanyak
hampir 3 kali dari yang dibebaskan oleh C2S. Maka dari itu, jika C3S
mempunyai persentase yang lebih tinggi akan menghasilkan proses pengerasan yang
cepat pada pembentukan kekuatan awalnya disertai suatu panas hidrasi yang
tinggi. Sebaliknya, persentasi C2S yang lebih tinggi menghasilkan
proses pengerasan yang lambat, panas hidrasi yang sedikit, dan ketahanan
terhadapserangan kimia yang lebih baik.
Unsur C3A berhidrasi
secara exothermic, dan bereaksi sangat cepat, memberikan kekuatan sesudah 24
jam. Unsur C3A bereaksi dengan air sebanyak kira – kira 40 %
beratnya, namun karena jumlah unsur ini sangat sedikit dalam semen maka
pengaruhnya pada jumlah air hanya sedikit. Unsur ini juga sangat berpengaruh
pada panas hidrasi tertinggi, baik selam pengerasan awal maupun pengerasan
berikutnya yang panjang. Unsur yang keempat yaitu C4AF kuran begitu besar
pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton.
Proses hidrasi pada semen portland sangat komplek,
tidak semua reaksi dapat diketahui secara rinci. Rumus proses kimia untuk
reaksi hidrasi dari unsur C3S dan C2S dapat ditulis
sebagai berikut:
2 C3S + 6 H2O (C3S2H3)
+ 3 Ca (OH) 2
2 C2S
+ 4 H2O (C3S2H3)
+ Ca (OH) 2
Hasil utama dari proses diatas ialah C3S2H3 yang biasa
disebut “Tobermorite” yang berbentuk gel.
2.2.3 Air
Air
merupakan salah satu bahan penting dalam pembuatan beton. Air dapat menentukan
mutu campuran beton. Tujuan utama dari penggunaan air adalh agar terjadi
hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang mengakibatkan campuran
ini menjadi keras. Air yang dibutuhkan agar terjadi hidrasi kurang lebih 20 %
dari berat semen. Penambahan air dapat dilakukan untuk alasan ekonomi, namun
perlu pembatasan karena pemberian air yang berlebihan akan mengurangi kekuatan
beton ( Subakti, 1995 ). Total campuran yang digunakan dalam campuran beton
terdiri air yang diserap oleh aggregat sampai mencapai kondisi jenuh permukaan
(saturated surface dry) dan airbebas
yang digunakan untuk hidrasi semen serta workability beton segar. Workability
beton tergantung dari besarnya kandungan air bebas. Jumlah kandungan air bebas
yang sama pada dua jenis aggregat kering yang mempunyai perbedaan workabilitas
beton. Serupa dengan hal
diatas, kekuatan beton dapat dikaitkan dengan faktor air semen yang tepat karena
dasar kekuatan beton tidak tergantung pada karakteristik absorbsi beton.
Selain
berpengaruh pada kekuatan beton, jumlah air yang juga mempengaruhi tingkat
kemudahan pengerjaan beton dilapangan (workability).
Air yang banyak juga akan memberikan kemudahan pada pengerjaan beton tapi
menyebabkan berkurangnya kekuatan beton yang dihasilkan.
Salah satu
metode pengukuran workabilitas adalh test Slump. Test ini dilakukan dengan
sebuah kerucut logam. Perubahan slump dalam pengerjaan beton menandakan
perubahan dalam jumlah agregat dan air.
2.2.4 Aggregat Halus
Aggregat
halus adalah semua butiran yang lolos ayakan 4,8 mm. Aggregat halus dapat
berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut. Karakteristik utama dari aggregat
halus untuk beton struktur meliputi berat volume, grading, kondisi permukaan,
kekuatan dan daya serap terhadap air. Karakteristik – karakteristik tersebut
amat mempengaruhi karaktristik beton, volume, kekuatan, durabilitas dan
penampilan beton.
2.2.5 Admixture Mineral
Silica
fume adalah bahan yang bersifat pozzolan sangat tinggi, yang merupakan produk
sampingan dari industri silikon yang dihasilkan dari reduksi kwarsa kemurnian
tinggi dengan batu bara di dalam tungku
pembakaran (Electric arc furnaces)
pada produksi logam - logam silikon, ferro silicon, ferromanganese,
calsium silicon, dan logam silikon lainnya. Silica fume berwujud partikel
silika sangat halus (very fine amorphous
silica particle) dengan ukuran kurang dari 1 m m.
Di pasaran, silica fume terdapat dalam berbagai bentuk, dengan perbedaan
tingkat berat jenis (density) dan
kemurnian (kandungan SiO2) .Silica fume mulai digunakan pada beberapa negara skandinavia
: Norwegia, Swedia , Denmark
dan Islandia, dan kemudian mulai dikembangkan oleh beberapa negara diluar
Eropa.
Penggunaan
silica fume di dasarkan pada tingginya kandungan silikat oksida didalamnya dan
ukuran butirannya yang ultra halus. Pada beton dengan mengandalkan kekuatan
dari reaksi hidrolis semen + air, maka akan terjadi reaksi yang menghasilkan Gel C – S – H dan Ca OH2 ( kalsium Hidroksida ) . Reaksi hidrasi tersebut adalah :
2( 3CaO. SiO2 ) + 6H2O ( 3CaO. 2SiO2. 3H2O +
3Ca(OH)2
2( 3CaO. SiO2 ) + 4H2O ( 3CaO. 2SiO2. H2O + 3Ca(OH)2
Pada saat bereaksi partikel C3S dan
C2S yang terkandung dalam semen akan bereksi dengan air dan
membentuk gel C – S – H (Calcium Silikat
Hidrat) yang merupakan komponen pokok dalam kekuatan semen berupa gel padat
yang sering dinamakan “ tobermotite gel”, dan kapur bebas (Ca OH2)
yang merupakan komponen yang tidak stabil dan berpotensi memperlemah beton,
karena jika Kalsium sulfat bereaksi dengan C3A (yang terkandung
dalam semen) dan air akan terbentuk Ettringite yang dapat menyebabkan
pengembangan volume dan merusak beton. Untuk mereduksi kekurangan tersebut dan
juga menambah jumlah gel CSH yang dihasilkan, dilakukan penambahan mineral
yaitu silica fume yang mengandung Silikat dioksida sangat tinggi. Reaksi yang
dihasilkan adalah :
2( 3CaO. SiO2 ) + 6H2O ( 3CaO. 2SiO2. 3H2O
(gel CSH-1)+ 3Ca(OH)2
Ca(OH)2 + SiO2 (silicafume)
+ H2O ( gel CSH-2 )
Penambahan silica fume
mengakibatkan kalsium hidroksida yang terjadi akibat proses hidrasi akan
bereaksi dengan Silikat dioksida yang terdapat pada silica fume yang kemudian
akan menghasilkan gel CSH – 2 yang akan
menambah kekutan beton.
Tabel 2.2.4 : Kandungan Kimia dan fisik silica fume
Kandungan
Oksida
|
% berat
|
Silika (SiO2)
Alumina (Al2O2)
Besi (Fe2O2)
Magnesium (MgO)
Alkali
Hilang pijar
|
94,3
1,1
0,3
0,7
0,2
2,60
|
Sifat fisik
|
Penjelasan
|
Warna
Berat jenis
Berat volume
Kehalusan
Diameter
|
Putih, abu-abu
gelap
2,20 t/m3
250-300 kg/m3
20.000 kg/m3
0,1 mm (1/100 diameter semen)
|
2.2.6 Admixture Kimia
Dalam
produksi beton penururnan w/c + p dengan menurunkan kebutuhan air lebihbaik
dari pada dengan menurunkan kadar bahan yang mengandung semen total , akan
menghasilkan kekuatan tekan yang lebih tinggi. Untuk alasan ini penggunaan
admixture kimia ditentukan pada saat memprodukasi beton mutu tinggi (lihat ACI
212.3R atau ASTM 494). Dalam petunjuk ini, jumlah dosis admixture kimia dapat
meningkatkan dan mengontrol nilai kekerasan dan slump loss, dan mengakibatkan
penambahan kekuatan, durabilitas yang lebih baik dan meningkatkan workabilitas.
Admixture high-range water reducing
(HRWR) yang dikenal sebagai superplasticizer, merupakan yang paling efektif
dalam campuran beton yuang kaya akan semen dan bahan semen lainnya. HRWR
membantu menyebarkan partikel semen dan dapat mengurangi kebutuhan campuran air
sampai 30 %, dengan demikian kekuatan beton meningkat.
Pada umumnya beton mutu tinggi
mengandung baik admixturre confensional water reducing atau water reducing dan retarding HRWR. Dosis
admixture kemungkinan besar berbeda dengan dosis dari pabrik. Dosis optimum
dari suatu admixture atau kombinasi admixture harus ditentukan dengan trial
campuran yang menggunakan sejumlah admixture. Air entrained admixture jarang
digunakan dalam beton mutu tinggi karena tidak ada cairan beku yang terjadi selama
konstruksi. Jika air entrained ditentukan karena lingkungan yang keras akan
mengurangi kekuatan tekan beton.
BAB III
BAHAN TAMBAHAN YANG DIGUNAKAN
3.1 Silica Fume (Wacker HDK N.20)
Silica fume
adalah bahan yang bersifat pozzolan sangat tinggi, yang merupakan produk
sampingan dari industri silikon yang dihasilkan dari reduksi kwarsa kemurnian
tinggi dengan batu bara di dalam tungku
pembakaran (Electric arc furnaces)
pada produksi logam - logam silikon, ferro silicon, ferromanganese,
calsium silicon, dan logam silikon lainnya. Silica fume berwujud partikel
silika sangat halus (very fine amorphous
silica particle) dengan ukuran kurang dari 1 m m.
Di pasaran,
silica fume terdapat dalam berbagai
bentuk, dengan perbedaan tingkat berat jenis (densiys) dan kemurnian (kandungan SiO2) .Silica fume
mulai digunakan pada beberapa negara
skandinavia : Norwegia, Swedia, Denmark dan Islandia, dan kemudian mulai
dikembangkan oleh beberapa negara diluar Eropa.
Penggunaan
silica fume di dasarkan pada tingginya kandungan silikat oksida didalamnya dan
ukuran butirannya yang ultra halus. Pada beton dengan mengandalkan kekuatan
dari reaksi hidrolis semen + air, maka akan terjadi reaksi yang
menghasilkan Gel C – S – H dan Ca OH2 ( kalsium Hidroksida ) . Reaksi hidrasi tersebut adalah :
2( 3CaO. SiO2 ) + 6H2O ( 3CaO. 2SiO2. 3H2O +
3Ca(OH)2
2( 3CaO. SiO2 ) + 4H2O ( 3CaO. 2SiO2. H2O + 3Ca(OH)2
Pada saat bereaksi partikel C3S dan
C2S yang terkandung dalam semen akan bereksi dengan air dan
membentuk gel C – S – H (Calcium Silikat
Hidrat) yang merupakan komponen pokok dalam kekuatan semen berupa gel padat
yang sering dinamakan “ tobermotite gel”, dan kapur bebas (Ca OH2)
yang merupakan komponen yang tidak stabil dan berpotensi memperlemah beton,
karena jika Kalsium sulfat bereaksi dengan C3A (yang terkandung
dalam semen) dan air akan terbentuk Ettringite yang dapat menyebabkan
pengembangan volume dan merusak beton. Untuk mereduksi kekurangan tersebut dan
juga menambah jumlah gel CSH yang dihasilkan, dilakukan penambahan mineral
yaitu silica fume yang mengandung Silikat dioksida sangat tinggi.
Reaksi yang
dihasilkan adalah :
2( 3CaO. SiO2
) + 6H2O (3CaO. 2SiO2. 3H2O
(gel CSH-1)+ 3Ca(OH)2
Ca(OH)2 + SiO2 (silicafume)
+ H2O ( gel CSH-2 )
Penambahan silica fume
mengakibatkan kalsium hidroksida yang terjadi akibat proses hidrasi akan
bereaksi dengan Silikat dioksida yang terdapat pada silica fume yang kemudian
akan menghasilkan gel CSH – 2 yang akan
menambah kekutan beton.
Tabel 6.1 : Data kimia dan fisik wacker HDK N 20
Data Kimia dan Fisik Silica Fume ( Wacker HDK N 20 )
|
||
SiO2
Luas Permukaan ,
metode BET Massa jenis , tanpa tekan
Massa jenis ,
ditekan
Kadar uap air ,
2 jam 1050 C
Kehilangan pada
pemanasan
Al2O3
Fe2O3
TiO2
HCL
|
%
m2/kg
g / l
g / l
%
%
%
%
%
%
|
> 99,8
200
+ 30
40
105
< 1,5
< 1
< 0,05
< 0,005
< 0,003
< 0,02
|
Sumber : wacker, 1993
Selain karena mempunyai ukuran
partikel yang sangat halus, maka silica fume akan mampu mengisi rongga rongga
pada pasta semen, yang kemudian akan menambah kerapatan beton dan mengurangi
porositas yang pada akhirnya akan : meningkatkan kekuatan beton, meningkatkan
kekedapan terhadap air dan udara dan meningkatkan ketahanan terhadap bahan –
bahan agresif (chlorida dan sulfat, serta kondisi lingkungan yang agresif ).
Sebagai matrial yang bersifat
cair palstis beton segar juga mempunyai kekentalan, bagian beton yang mepunyai
kekentalan adalah pasta semen. Kekentalan pada beton sangat berguna untuk sifat
mudah dikerjakan (Workability) dari beton, selain itu dengan kekentalan yang baik
maka sifat dapat memampatkan dirinya sendiri (Self compacting Concrete) akan dapat tercapai.
Pasta semen mempunyai perilaku sebagai fluida plastis, menurut persamaan
Bingham :
t o = t + µp x g
Dimana :
t o = Tegangan yang dihasilkan (yield stress) [ Pa ]
t = Tegangan Geser (Sher stress)
[ Pa ]
µp = Kekentalan
Plastis (Plastic Viscosity) [
Pa ]
g = Geser rata rata
[ Pa ]
Kekentalan
plastis merupakan parameter yang mempengaruhi stabilitas beton segar. Dengan
menaikkan (menambah) jumlah bahan
pengisi yang sangat halus (Silica fume) bagian padat dari adukan menjadi lebih
baik dan juga memperbaiki kekentalan
(viskositas) adukan. Dengan kekentalan yang lebih baik maka akan mencegah terjadinya segregasi (pemisahan)
antar komponen adukan, selain itu juga akan menaikkan kemampuan beton untuk
dialirkan (flowability) karena
naiknya kekentalan beton.
3.2 Viscocrete
Viscocrete
adalah admixture untukk beton yang terbuat dari bahan modifikasi polymer
polycarboxylate yang memiliki efekdispersi yang sangat kuat terhadap semen dan
sekaligus membuat beton memiliki sifat workability retention yang stabil, yang
memungkinkan orang untuk membuat beton tanpa vibrasi (self compacting concrete).
Telah
lama diketahui bahwa kekuatan beton merupakan kebalikan fungsi (Invers Function) dari rasio
FAS (Faktor Air Semen), Semakin kecil FAS maka akan semakin kuat beton yang di
peroleh. Air merupakan bahan yang esensial dan merupakan salah satu komponen
pokok dalam pembuatan beton, yang mempunyai peranan dalam reaksi hidrasi dengan
semen. Beton seharusnya hanya memerlukan jumlah air yang minimal Suntuk
mencapai kekuatan maksimum yang dimungkinkan sambil tetap mempunyai kempuan
untuk dikerjakan (workability),
tetapi partikel semen mempunyai kecenderungan untuk mengumpul ketika terkena
air, sehingga diperlukan tambahan air untuk tetap dapat mempertahankan
kemampuan untuk dikerjakan-nya (workability).
Ketika air tambahan tersebut tidak terpakai dalam proses reaksi hidrasi, hal
tersebut akan menghasilkan porositas pada beton, yangakan memperlemah kekuata
beton dan menurunkan katahanannya (durability).
Viscocrete
ini memiliki dua sifat sekaligus terhadap hidrasi semen yaitu efek dispersi dan
steric.
- Efek dispersi
Molekul
viscocrete diserap oleh granular semen yang lunak kemudian dengan segera
menyelimuti di sekitar semen pada saat pencampuran. Hal ini akan menaikan
muatan negative dari pada permukaan partikel semen dan mengakibatkan gaya tolak menolak atau
electrostatic repulsion. Hasilnya semen granular akan mengalami dispersi yang
sangat atau meningkat. Hal ini akan membuat beton yang sangat plastis meskipun
kadar air semennya (water cement ratio)
rendah .
- Efek steric
Molekul
viscocrete memiliki ikatan rantai yang panjang (long side chain), akan
membentuk halangan steric yang akan meningkatkan kemampuan semen partikel untuk
saling tetap menjaga jarak diantaranya yang akibatnya tidak hanya menimbulkan
efek dispersi yang sangat bagus tetapi juga menyebabkan kelecekan beton segar
bertahan lama (workability retention).
Efek water reducing dari pada
teknologi ini jauh lebih kuat dibandingkan
dengan konvensional admixture dengan bahan dasar seperti melamine
ataupun naphthalene.
Tabel 6.2 : Perbandingan Polycarboxylate dengan
Naphthalene
Raw materials
|
NAPHTHALENE
|
POLYCARBOXYLATE
|
Properties
|
Na
|
Polymer
|
Chain
|
Short
|
Long
|
Arm
|
Long
|
Short
|
Ca
|
10-20 A
|
100 A
|
Absorption to cement grain
|
Direct
|
Partial
|
Dosage for spread 48
(w/c=46)
|
0.9 %
|
0.3 %
|
Range
|
HRWR
|
UHRWR
|
Water reduction
|
Up to 20 %
|
Up to 40 %
|
Sumber : sika indonesia, 2004
BAB IV
MIX DESIGN
4.1 Kekuatan Beton Rata – rata
Pada mix design ini
target kekuatan yang hendak dicapai adalah beton dengan kuat tekan diatas 30
mpa ( N/mm2 ).
4.2Penentuan Nilai w/c
Untuk terjadinya hidrasi semen,
diperlukan 20 – 30 % air dari berat semennya. Diambil 28 % dari berat semen,
maka w / c : 0, 28
4.3 Jenis Semen
Pada campuran beton kuat tekan ini digunakan semen portland tipe I Indocement merk “ Tiga Roda “
4.4 Jenis Aggregat
Agregat
kasar : batu apung
Aggregat
halus : pasir alami
4.5 Penentuan Nilai Slump
Ditetapkan nilai slump sebesar 0 – 10 mm
4.6 Ukuran Aggregat Maksimum
Ditetapkan sebesar 10 mm
4.7 Penentuan Kadar Air Bebas
Data
:
-
Slump Rencana :
0 – 10 mm
-
Ukuran Aggregat Maksimal : 10 mm
-
Agregat kasar adalah pecah dan Agregat halus adalah
alami
Tabel 4.7 : Kadar Air Bebas
Slump
|
Tipe aggregat |
0 – 10
|
10 – 30
|
30 – 60
|
60 - 100
|
Ukuran
aggregat maks.
|
|||||
10
|
Tak pecah
Pecah
|
150
180
|
180
205
|
205
230
|
225
250
|
20
|
Tak pecah
Pecah
|
135
170
|
160
190
|
180
210
|
195
225
|
40
|
Tak pecah
Pecah
|
115
155
|
140
175
|
160
190
|
175
205
|
Dari tabel diperoleh nilai kadar air
bebas :
KAB = 2/3 AH + 1/3 AK
=
2/3 150 + 1/3 180
=
160 kg
4.8 Penentuan
Kadar Semen
Kadar Semen = kadar air bebas
Faktor air semen
= 160
0,28
=
571,428 kg
4.9 Kadar
Wacker HDK N 20
Dalam Mix design ini digunakan Wacker
HDK N 20 sebesar 2 % dari berat semen
Kw = 2 % x Kadar Semen
=
2 % x 571, 428
= 11, 428 kg
4.10
Prosentase Agregat Halus
Dari pengujian analisa saring diperoleh : agregat halus masuk zone 1
Faktor air semen ( w/c ) : 0,28
Slump Rencana : 0 – 10 mm
Dari grafik diatas diperoleh prosentase agregat halus: 45 % , sehingga aggregat kasarnya sebesar : 55 %
4.11 Berat
Jenis Relatif Aggregat Gabungan
BJ = < 2000 kg/m3
4.12 Kadar
Agregat Gabungan
KAG = Bj beton – kadar semen – kadar air bebas
=
2000 – 571,428 - 160
= 1268,572
kg
4.13 Kadar
Agregat Halus
KAH =
Prosentase AH x Kadar agregat Gabungan
=
45 % x 1268, 572
=
570, 857 kg
4.14 Kadar
Agregat Kasar
KAK = Prosentase AK x Kadar Agregat Gabungan
=
55 % x 1268, 572
= 697, 714
kg
4.15 Kadar Viscocrete
Digunakan viscocrete dengan prosentase 0, 5 % dari kadar cementitious
KV = (571,428 + 11, 428) x 0,5 %
= 2,
914 kg
viscocrete mempunyai BJ= 1,19 kg/ltr dengan demikian kadar Sikament LN
menjadi : 3, 467 ltr ltr
4.16 Kebutuhan Bahan Tiap M3
4.16.1
Jumlah air dalam Agregat Halus
Absorbsi agregat halus ( A ) = 0,5 %
Kadar air Agregat halus ( KA
) = 1,85 %
Jumlah Air dalam Agregat Halus = (A – KA) x (KAH)
100
=
( 0,5 – 1,85 ) x 570, 857
100
= - 7,7082 kg
4.16.2
Jumlah Air dalam Agregat Kasar
Absorbsi
agregat kasar ( A ) = 8,1 %
Kadar
air Agregat halus ( KA) = 30 %
Jumlah
Air Dalam Agregat Kasar = (A –
KA) x (KAK)
100
=
( 8, 1 – 30) x 697, 714
100
= - 152, 799 kg
Kebutuhan Bahan Per M3
-
Agregat halus =
kadar AH – Jumlah air dalam agregat halus
= 570, 857 + 7,7082
= 587,085 kg
-
Agregat Kasar =
Kadar AK
+ Jumlah air dalam agregat kasar
= 697, 714 – 152, 799
= 544, 915 kg
-
Semen =
Kadar Semen
= 571,428 kg
-
Air =
160 kg
-
Wacker HDK N 20 =
11, 428 kg
-
Viscocrete =
3, 467 ltr
Dari
proporsi campuran yang didapat ditabelkan, sehingga beton dengan berat jenis
dibawah 2000 kg/m3 dapat dikontrol :
Jenis bahan
|
B j (kg/m3 )
|
Berat
proporsi kg / m3
|
Volume (m3
)
|
Semen
|
3150
|
571,428
|
0, 181
|
Pasir muntilan
|
2700
|
587,085
|
0, 217
|
Batu apung
|
1000
|
544, 915
|
0, 544
|
Wacker HDK N 20
|
400
|
11, 428
|
0, 028
|
Air
|
1000
|
160
|
0, 160
|
Viscocrete
|
1200
|
6,242
|
0, 00452
|
total
|
1880,101
< 2000 kg/m3
.............(ok)
|
1, 1345 m 3
|
BAB V
METODE PEMBUATAN
5.1 Sebelum Pengecoran
5.1. 1. Pengujian Material
Sebelum pengecoran, dilakukan
terlebih dahulu penyiapan material dan pengujian sebagian material (terutama
material utama, yaitu: semen portland ,
air, agregat halus dan agregat kasar).
Pengujian tersebut adalah:
Semen
o
Berat jenis Semen ( ASTM C – 188 – 44 )
o
Kehalusan Semen ( ASTM C – 184 –
66 )
o
Konsistensi Normal ( ASTM C –
187 – 71 )
o
Waktu Ikat / Time Setting ( ASTM C 191 – 71 )
o
Berat isi Semen ( ASTM C – 29 –
71 )
Air
o
pH ( Power of Hydrogen ) air (
AASHTO T – 26 – 70 )
o
Sifat – sifat air.
Agregat Kasar dan Agregat Halus
o
Berat Jenis dan Penyerapan agregat Kasar ( ASTM C – 127 – 68 )
o
Berat Jenis dan Penyerapan
agregat Halus( ASTM C – 128 – 68 )
o
Berat Isi Agregat ( ASTM C – 29
– 71 )
o
Kadar Organik Agregat ( ASTM C –
40 – 66T )
o
Kadar Lumpur Agregat ( ASTM C –
177 – 69 )
o
Kadar Air agregat ( ASTM C – 556
– 67 )
o
Bulking Faktor
5. 1. 2 Persiapan Wacker HDK N.20
Sebelum digunakan untuk
pengecoran , Wacker HDK N.20 yang telah disiapkan sesuai takaran dicampur
dengan air sampai berbentuk slurry, dengan metode pencampuran mekanis
menggunakan mixer, pencampuran tersebut dilakukan sampai benar – benar
tercampur merata tanpa adanya gumpalan - gumpalan.
5. 1. 3 Persiapan Air
Air yang di gunakan bersuhu 27o
C, setelah dipersiapkan sesuai kebutuhan, kemudian sebanyak 70 % dicampur
dengan Wacker HDK N 20 dan kemudian diaduk sampai merata (homogen ). Dan yang
30 % disisakan untuk campuran mortar beton.
5. 1. 4 Persiapan Agregat
Meskipun kadar Lumpur dalam agregat memenuhi
syarat, masih tetap perlu pencucian secara konvensional dengan mengaduk pasir
didalam wadah besar berisi air, kemudian ditiriskan, dilakukan selama 3 kali
berturut – turut, pencucian tersebut dilakukan setelah diadakan pengujian kadar
Lumpur dan agregat hasil pencucian didiamkan sampai SSD baru kemudian diadakan pengujian
(agregat ) yang lainnya.
Karena agregat yang dipersiapkan
dipilih (dibeli) secara acak maka perlu dilakukan penggabungan agregat,
disamping untuk mendapatkan gradasi yang baik (well graded), juga untuk memenuhi kriteria zona 1, seperti yang
tertera dalam mix design. Untuk analisa gradasi agregat halus dan agregat kasar
diperlakukan menurut gradasi ASTM C – 33 – 78.
Untuk penggabungannya dilakukan dengan metoda Road Note Number 4 ( RN –
4 )
5.2 Selama
Pengecoran ( Pembuatan Beton )
Pembuatan
beton dilakukan didalam ruangan yang terlindung dari panas matahari secara
langsung. Pengadukannya menggunakan mesin pengaduk (mixer), bertenaga listrik
(berpenggerak motor listrik ). Bahan – bahan dimasukkan kedalam mesin pengaduk
(yang telah dihidupkan) yaitu pasir dan semen secara bersamaan, dan di aduk
selama 5 menit dengan tujuan agar terjadi agregat tercampur secara homogen dan
merata. Kemudian ditambahkan silica fume yang berbentuk slurry, dan diaduk
selama 5 menit. Setelah seluruh bahan – bahan kering tercampur secara homogen,
mulai menambahkan secara bertahap batu apung
berturut – turut air yang tersisa dimasukan kemudian diaduk selama 5
menit. Setelah itu yang terakhir adalah viscocrete.
Setelah
menjadi campuran beton , adukan
tersebut dituang ke wadah, yang kemudian
dimasukkan ke cetakan silinder, pengecoran benda uji tersebut dilakukan pada
meja penggetar ( vibrator ).
5.3 Setelah Pengecoran
Setelah 1
hari (24 jam) benda uji tersebut di keluarkan dari cetakan dan kemudian
direndam dalam air tawar yang bersih bersuhu 27º C ( sama dengan air yang
digunakan dalam pengecoran ), meskipun terjadi fluktuasi suhu air antara malam
hari dan siang hari tetapi sangat kecil, berkisar 1 sampai 2o C, di
malam dan pagi hari cenderung lebih dingin dari pada di siang hari.
KESIMPULAN
Ada
beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penulisan makalah ilmiah ini, antara
lain :
1.
Pembuatan beton ringan dengan
menggunakan batu apung dapat menurunkan berat jenis beton normal yaitu dibawah
2000 kg / m3 dan kekuatannya juga masuk sebagai kategori beton ringan yaitu antara 30
mpa.
2.
Wacker HDK N.20 dan viscocrete dapat meningkatkan kekuatan tekan beton
ringan
3.
pada pembuatan beton ringan relatif memerlukan biaya yang lebih mahal
dibanding dengan beton normal.
DAFTAR PUSTAKA
Department
Of The Environment,1975, Design Of Normal
Concrete Mixes, Building
Research Establishment Transport and Road Research Laboratory, London .
Direktorat
Jendral Cipta Karya Departemen PU, April 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia ,
Departemen PU.
Edward
G Nawy, 1998, Fundamentals Of Hight
Performance Concrete, Civil Engineering and Environmental Rutgers
University, The State University of new Jersey, Prentice Hall New Jersey.
Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992, Teknologi
Beton, UGM, Yogyakarta .
L.J.
Murdock, K.M. Brook, Stephanus Hindarko, 1991, Bahan dan Praktek Beton Edisi
keempat, Erlangga, Jakarta
Shetty, M.S 1997, Concrete Technology Teory and Practice, Schand & Cumpang, Samnagar, New Delhi .
Neville,
A. M., 1981, Properties of Concrete 3rd Edition, Pitman Publishing
Limited, Great Britain .
Peter
J. M. Bartos, 1993, Special Concretes
Workability and Mixing, Departement Of civil Engineering, University Of Paisley ,
Paisley , Scotland .
Sagmeister
Bernhard, 1999, Optimization Of the
Mixture Of No-Fines Lightweight Concrete, Sonderdruck aus BFT, Bauverlag
GmbH, D-65396 Walluf.
Suparyanto,
2000, Petunjuk Praktikum Bahan Bangunan, Laboratorium Bahan Bangunan,
Fakultas Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Semarang .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar